Selasa, 01 November 2016

RELE PLAY KONFLIK PERAWAT DENGAN PASIEN

Suatu malam di ruang satifa kelas utama RSU dr. Soeharno, dirawatlah pasien stroke bernama nyonya icuk yang berusia 47 tahun,  kondisi nyonya icuk masih termasuk baik, karena meskipun stroke nyonya icuk masih dapat berbicara dan hanya pada ekstremitas atas dan bawah saja yang mengalami gangguan, nyonya icuk dirawat sudah 3 hari di rumah sakit tersebut, kebetulan malam itu yang berjaga adalah perawat sari  yang baru bekerja 1 bulan di rumah sakit tersebut karena baru lulus dari jenjang pendidikanya. Berhubung malam itu sudah sangat larut dan perawat sari merasa kelelahan maka terjadilah kejadian yang tidak di inginkan.

Setelah melakukan tindakan pemberian obat pada seluruh pasien di ruang satifa, perawat sari di panggil untuk datang ke ruang utama kamar yaitu ruang nyonya icuk untuk mengganti infus yang macet, dan disana hanya di tunggu oleh anak pasien yang berusia 22 tahun yang bekerja sebaik seorang dokter di rumah sakit lain.
Perawat sari         : “(mengetuk pintu) permisi, selamat malam?”
anak  pasien         : “iya, selamat malam mbak”
Perawat sari         : “dengan nyonya icuk ya mbak?”
Anak pasien         : “iya mbak, ini lo mbak infus ibu saya itu macet, terus tanganya juga bengkak mbak, di ganti di tangan satunya saja ya mbak supaya tidak  semakin bengkak?”
Perawat sari         : “baik mbak, saya lepas dulu ya infusnya? Dan saya pindah di tangan yang satu agar tidak bengkak semakin besar”.
Anak pasien         : “ iya mbak, oh ya mbak saya ada kepentingan sebentar, saya tinggal dulu ya (anak klien keluar dari ruangan)”.
                  
Setelah mendapat persetujuan dari keluarga klien, akhirnya perawat sari mengganti infus pasien ke tangan satunya, karena kesulitan memasang abokat,  perawat sari tidak memperhatikan adanya udara dalam slang infus klien.
Perawat  sari        : “(mulai mencari pembuluh darah pasien sambil bersiap menusukan abokat) sebentar ya ibuk, saya masukan jarumnya”.
Pasien         : “iya mbak”.
Perawat  sari: “sebentar ya ibuk, sedikit lagi selesai (sudah memasukan abokat dan menyambungkan infus set dengan abokat)”.
Pasien         : “ loh mbak, itu ada udaranya lo mbak di dalam selang?, katanya itu bahaya lo mbak”
Perawat  sari: “iya to bu?  (merasa bingung),, tidak apa- apalah bu, hanya 3 centi saja,, tidak masalah, lagian ini tadi sudah terlanjur masuk”.
Pasien         : “nanti jika ada apa- apa bagaimana mbak?”
Perawat  sari: “ tidak- tidak mbak, tenang saja (bersikap rada cuek karena klien bertanya terus menerus)”
Pasien         : “ ya sudah mbak kalo tidak apa-apa, nanti kalau terjadi sesuatu saya aka memanggil mbak lagi”
Perawat sari         : “ baik ibu, saya permisi dahulu (keluar dari ruang tersbut)”.
          Ketika sudah selesai tndakan yang dilakukan, datanglah anak pasien ke ruang perawatan nyonya icuk, dan pasien menceritakan apa yang terjadi selama proses keperawatan yang dilakukan perawat sari. Dan beberapa jam kemudian pasien mengalami EMBOLI.
Anak pasien         : “ owh ya mi, tadi pasienya sudah mengganti  infusnya ya mi? Gimana sekarang mi? Gak sakit lagi kan tanganya?
Pasien         : “ (berbicara dengan mulut tidak simetris) iya, udah gak sakit kok nak tangan mami, tapi tadi itu perawatnyawaktu masang infus mami gak memperhatikan ada udara masuk lo nak, padahal mami udah kasih tau kalo ada udara masuk lewat slangnya”.
Anak pasien         : “ trus perawatnya gimana mi? Di keluarkan apa tidak mi udaranya? (ekspresi kaget dan khawatir serta ingin tau)”.
Pasien         : “ kata perawatnya gak apa- apa gitu lo nak, padahal mami udah bilang kalau bahaya”.
Anak pasien         : “kira- kira tadi erapa panjang mi udaranya?”
Pasien         : “kata perawatnya tadi hanya 3 centi nak, katanya aman”.
Anak pasien         : “aduh mi, semoga aja mami gak mengalami emboli ya mi? (khawatir)”
Pasien         : “mami baik- baik aja kok nak (menenangkan sang anak)”
Kemudian mereka berdua kembali bercengkrama dan saling bercerita tentang kegiatan sehari ini yang sang anak lakukan, sampai beberapa jam kemudian kondisi nyonya icuk semakin memburuk, nyonya icuk mengalami sesak nafas, sakit pada dada,  pusing, detak jantung semakin cepat , berkeringat berlebihan dan kejang- kejang serta tidak dapat berbicara.
Anak pasien         : “mi, mami kenapa mi? (melakukan tindakan : memeriksa ttv dan pupil pasien serta berteriak memanggil perawat)Ya Allah mami,, sus suster tolong kesini sus!”.
Perawat jamal: “(datang kekamar nyonya icuk) mohon maaf ada apa mbak?”
Anak pasien         : “ini mas tolong, mami saya kejang, tanda- tanda vitalnya juga turun, tolong mas amilkan spatel lidah dan nasal kanul”.
Perawat jamal: “(kembali ke ners station dan sesampainya di ners station perawat jamal membangunkan perawat sari yang tertidur) heh bangun cepet kamu ke ruang nyoya icuk, sekalian bawa spatel lidah dan nasal kanus, nyonya icuk mengalami kejang, saya mau telfon dokter dulu”.
Perawat sari         : “(bangun dan bergegas ke ruang nyonya icuk) permisi mbak, ini spatel lidahnya (memberikan pada anak pasien kemudian memasang oksigen pada nyonya icuk).
Anak pasien         : “mbak, cepet mbak panggilkan dokter spesialis mami saya, bila tidak segera di tangani nanti mami saya semakin parah”.
Perawat sari         : “iya mbak, tadi sudah di telfonkan oleh perawat jamal”.
Anak pasien         : “ini perlu tindakan cepat lo mbak, mami saya sudah kejang seperti ini”
Perawat sari         : “iya mbak, mohon maaf, tapi ini perawat jamal sedang memanggil dokter”.
Perawat jamal: “ (kembali ke kamar nyonya icuk untuk memberikan injeksi                          antikoagulan) permisi mbak, saya beri ibu mbak injeksi dulu ya                         mbak agar pembekuan darahnyadapat di cegah”.
Anak pasien         : “obatnya apa mas itu?”
Perawat jamal:  “dokter memberi anvis untuk memberi injeksi obat aspirin ini            mbak (melakukan injeksi iv perselang pada nyonya icuk)”.
Anak pasien: “baik mas, terima kasih sepertinya tanda- tanda emboli pada mami                 saya sudah membaik.”.

Kemudian perawat sari dan perawat jamal kembali ke ners sation. Dan beruntung sekali, emboli yang terjadi pada nyonya icuk sudah dapat di tangani, hanya saja untuk beberapa waktu nyonya icuk tidak dapat berbicara.
Keesokan harinya, anak pasien datang ke ners station untuk melaporkan tindakan perawat yang bertugas pada sift malam kepada kepala ruang satifa.

Anak pasien         : “ (duduk di kursi pengunjung) permisi bapak, mohon maaf saya ingin bertemu dengan kepala ruang ini, apakah kepala ruangannya sudah datang pak?”
Kepala ruang: “iya mbak ada yang bisa saya bantu? Kebetulan saya sendiri kepala ruangan ini mbak”.
Anak pasien         : “begini pak sebelumnya saya mau melaporkan tindakan yang dilakukan angota bapak, yang menurut saya itu adalah tindakan mal praktek, beruntung mami saya dapat segera di tangani”.
Kepala ruang: “mengenai masalah yang terjadi tadi malam, kami  sudah melakukan teguran untuk prawat yang bertugas tadi malam, dan saya pribadi meminta maaf yang sebesar- besarnya kepada mbak dan keluarga mbak atas tindakan anggota saya”.
Anak pasien: “untuk kali ini, saya dan keluarga belum membawa masalah ini pada jalur hukum, dan hanya melaporkan kepada pihak direktur rumah sakit, namun apabila terjadi sesuatu pada mami atau kondisi mami saya memburuk karena emboli, saya tidak segan- segan membawa kasus ini ke jalur hukum”.
Kepala ruang: “baik mbak, saya akan tegur anggota saya, dan kasus ini pun sudah di tangani oleh pihak rumah sakit, dan perawat yang bersangkutan hari ini sudah mendapatkan tindakan disiplin dari rumah sakit mbak, sekali lagi saya eminta maaf yang sebesar- besarnya”.
Anak pasien: “baiklah bapak, mungkin lebih baik sementara ini saya serahkan kepada pihak rumah sakit untuk tindakan disiplin pada perawat yang bertugas tadi malam (berdiri dari kursi dan berniat meninggalkan ners station) kalau begitu saya permisi dulu pak”.
Kepala ruang: “iya mbak, silahkan,, sebelumnya mohon maaf atas kesalahan yang di lakukan oleh anggota saya”.

Dan akhirnya konflikpun dapat terselesaikan dengan jalan negosiasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien, meskipun tidak sampai pada jalur hukum namun perawat sari telah mendapat tindakan disiplin dari rumah sakit yaitu pencabutan STR selama satu tahun yang otomatis untuk sementara waktu perawat sari tidak dapat menjalankan profesinya.


Tokoh:
1.     Nuzyunul isnen riniati                  : Narator
2.     Intan indriana m.                : Anak pasien
3.     Lutfiani                               : Pasien (nyonya icuk)
4.     M. Mubayyin Al- wahid     : Perawat jamal dan kepala ruang
5.     Lutfi zzah afifah m.             : perawat sari

Alat:
1.     Infus set           (1)
2.     Abokat            (2)
3.     Ampul obat     (1)
4.     Tornoquet       (1)
5.     Plester
6.     Guting
7.     Perlak
8.     Begkok
9.     Spuit
10.            Spatel lidah
11.             Nasal kanul
12.            Tempat tidur
13.            Tiang infus
14.            Stetoskop
15.            Tensimeter


Senin, 31 Oktober 2016

ROLE PLAY KONFLIK PERAWAT DENGAN KELUARGA PASIEN

Suatu malam di ruang satifa kelas utama RSU dr. Soeharno, dirawatlah pasien stroke bernama tuan tio, tuan tio dirawat sudah 3 hari di rumah sakit tersebut, kebetulan malam itu yang berjaga adalah perawat sari, yang baru bekerja 1 bulan di rumah sakit tersebut karena baru lulus dari jenjang pendidikanya. Berhubung malam itu sudah sangat larut dan perawat sari merasa kelelahan maka terjadilah kejadian yang tidak di inginkan

Setelah melakukan tindakan pemberian obat pada seluruh pasien di ruang satifa, perawat sari datang ke ruang utama kamar tersebut yaitu ruang bapak tio untuk membenarkan infus yang macet, dan disana hanya di tunggu oleh istri pasien yang berusia 30 tahun, karena belum waktunya jam jenguk dan anggota keluarga yang lain belum datang.
Perawat sari         : “(mengetuk pintu) permisi, selamat malam?”
Istri  pasien : “iya, selamat malam mbak”
Perawat sari         : “dengan bapak tio ya ibu?”
Istri  pasien : “iya mbak, ini lo mbak infus anak suami itu macet, terus tanganya juga bengkak mbak”
Perawat sari         : “baik ibuk, saya lepas dulu ya infusnya? Dan saya pindah di tangan yang satu agar tidak bengkak semakin besar”.
Istri  pasien : “ iya mbak, di pindah saja”.
                  
Setelah mendapat persetujuan dari keluarga klien, akhirnya perawat sari mengganti infus pasien ke tangan satunya, karena kesulitan memasang abokat,  perawat sari tidak memperhatikan adanya udara dalam slang infus klien.
Perawat  sari        : “(mulai mencari pembuluh darah pasien sambil bersiap menusukan abokat) sebentar ya bapak, saya masukan jarumnya”.
Pasien         : “(mengedipkan mata tanda setuju).
Perawat  sari        : “sebentar ya bapak, sedikit lagi selesai (sudah memasukan abokat dan menyambungkan infus set dengan abokat)”.
Istri  klien   : “ loh mbak, itu ada udaranya lo mbak di dalam selang? Katanya berbahaya mbak? Apa tidak apa- apa itu tadi mbak?”
Perawat  sari        : “iya to bu?  (merasa bingung),, tidak apa- apalah bu, hanya 3 centi saja,, tidak masalah”.
Istri  klien   : “nanti jika ada apa- apa bagaimana mbak?”
Perawat  sari        : “ tidak- tidak bu, tenang saja (bersikap rada cuek karena keluarga klien bertanya terus menerus)”
Istri  klien   : “ ya sudah mbak kalo tidak apa-apa, nanti kalau terjadi sesuatu saya aka memanggil mbak lagi”
Perawat sari         : “ baik ibu, saya permisi dahulu (keluar dari ruang tersbut)”.
          Ketika sudah tiba jam jenguknya, datanglah adik pasien yang kebetulan seorang dokter umum di rumah sakit berbeda, dan istri pasien menceritakan apa yang terjadi selama dia menemani pasien. Dan saat itu juga pasien mengalami syok  anafilaksis.
Adik pasien          : “(melakukan tindakan dan menyuruh istri pasien untuk memanggil perawat) kak tolong cepat panggilkan perawat yang bertugas malam ini, jika perlu semua perawat yang ada di ners station”.
Istri pasien  : “ baik sebentar (berlari menuju ners station). Mbak, mas, suami saya syok ( memanggil perawat jaga dengan panik).
Perawat jamal      : “ iya ibu, ada apa? Jangan panik ibuk, mohon bicara plan- pelan”.
Istri pasien  : “(panik) itu mas, suami saya syok mas,, nadinya sulit teraba ..ini bagaimana mas nafasnya juga tersengal- sengal”
Perawat jamal      : “ baik ibuk, saya akan kesana, sebelumnya saya telfon dokter dulu (membangunkan perawat sari yang tertidur dan bergegas menelepon dokter)”.
Perawat sari         : “ ada apa mas ( kaget)”.
Perawat jamal      : “ saya telepone dokter dulu, kamu segera ke ruang bapak tio di ruang utama, istrinya melaporkan tadi katanya pasien syok”.
Perawat sari         : “baik (segera pergi tanpa berfikir panjang)”.
         
          Sesampainya di kamar ruang tio, perawat sari merasa kebingungan dengan kondisi tuan tio dan berfikir apa yang salah dengan tindakanya. Sebelum perawat sari menyadari kesalahanya, adik pasien meminta perawat sari untuk menghubungi dokter.
Adik pasien          : “mbak, cepet mbak panggilkan dokter spesialis kakak saya, bila tidak segera di tangani nanti kakak saya semakin parah”.
Perawat sari         : “iya mbak, tadi sudah di telfonkan oleh perawat jamal”.
Adik pasien          : “ini perlu tindakan cepat lo mbak, kakak saya sudah syok seperti itu”
Perawat sari         : “iya mbak, mohon maaf, tapi ini perawat jamal sedang memanggil dokter”.
          Karena keadaan malam hari dan dokter yang bertugas sulit di hubungi, maka pasien tio akhirnya meninggal dunia. Dan terjadilah konflik  yang lebih besar antara perawat  sari dan keluarga pasien tio.
Istri pasien  : “(panik) dik, periksa nadi mas tio dik,,, nadi mas tio sudah sulit diraba”
Adik pasien          : “(memeriksa nadi dan tanda- tanda vtal pasien tio) ya allahhh mas tiooooo”.
Istri pasien  : “ada apa dik? Ada apa dengan mas tio?”
Adik pasien          : “ kakak,, mas tio meninggal kak (menangis). Cepat panggilkan dokter ( menyuruh perawat sari).
Perawat sari         : “ (masih dengan kondisi panik dan bingung) iy,, iya mbak (bergegas pergi)”.

Perawat sari pergi ke nurse  station untuk menelephone dokter pasien tio, namun tetap tidak dapat di hubungi. Hingga jenazah tuan tio telah di siapkan untuk di pulangkan pagi harinya, dokter pasien tio belum dapat dihubungi. Dan gugatan untuk perawat sari dari keluarga pasienpun terjadi pada hari itu juga.  Dan keluarga pasien tio datang ke ners station ruang satifa.

Adik pasien          : “ (setelah datang ke ruang direktur rumah sakit untuk melaporkan tindakan perawat sari yang di anggap malpraktek, ) saya tadi sudah melaporkan tindakan malpraktik dari salah satu perawat ruang ini ke direktur rumah sakit ini, jika hal ni tidak segera di atasi saya akan melaporkan ke jalur hukum (marah)”
Kepala ruang: “mohon maaf mbak, silahkan duduk dahulu, dan mari kita bicarakan baik- baik mengenai masalah yangterjadi dengan salah satu anggota saya (menenangkan)”
Adik pasien          : “(duduk dengan kasar) begini buk, saya tidak terima dengan tindakan yang dilakukan oleh  anggota ibuk, saya menganggap tindakan anggota anda adalah mal praktek, karena kakak saya sudah memperingatkan bahwa ada udara di dalam selang infus kakak saya, tapi perawat itu mengatakan tidak apa- apa,, dan sekarang kakak saya meninggal,, saya meminta keadilan bu”.
Kepala ruang: “(menenangkan) baik mbak, saya sudah memberi teguran kepada anggota saya, dan dari pihak rumah sakit juga sudah melakukan tindakan disiplin untuk perawat yang melakukan kesalahan”.
Adik pasien: “tapi saya menginginkan jalur hukum bu, ini sudah termasuk tindakan mal praktik”.
Kepala ruang: “ (menenangkan) sebagai kepala ruang, saya pribadi memohon maaf sebesar- besarnya kepada keluarga mbak atas kesalahan yang di lakukakn oleh anggota saya,  dan untuk jalur hukum yang mbak inginkan akan lebih baik jika mbak berbicara sendiri dengan perawat sari yang malam itu bertugas, yangsaat ini sedang berada di ruang direktur”.
Adik klien   : “(masih marah) baik bu, terimakasih”.

Dan akhirnya konflikpun berlanjut ke jalur hukum dan operawat sari mendapat tindakan disiplin dari rumah sakit dengan pemecatan.